Habis Manis Sepah Dibuang: Perburuan Panjang Mango Sticky Rice
December 27, 2016
Berjalan-jalan dengan cara backpacking terkadang memang melelahkan. Demi menghemat budget, kita biasanya memburu banyak destinasi dalam waktu yang singkat. Perjalanan yang seharusnya menyenangkan pun seringkali berubah menjadi sangat melelahkan.
Pada hari keempat di Bangkok, saya dan teman saya Maul memutuskan untuk mengubah itinerary. Hari itu seharusnya kami pergi ke sebuah amusement park yang terletak 1,5 jam dari Bangkok. Namun karena perjalanan tiga hari sebelumnya telah membuat cukup kelelahan, kami memutuskan untuk membatalkan rencana tersebut. Keputusan itu dibuat dengan pertimbangan transportasi yang belum jelas ditambah uang saku yang menipis. Akhirnya, hari itu kami habiskan untuk berkeliling ke pusat-pusat perbelanjaan dan melaksanakan misi… berburu mango sticky rice!
Oh sebentar, tampaknya statement di atas perlu diluruskan. Perburuan mango sticy rice adalah misi pribadi Maul. Sejak hari pertama di Chatuchak Market, Maul sudah berkata bahwa ia ingin mencoba jajanan khas Thailand tersebut. Selama mengelilingi pasar, banyak sekali penjual mango sticky rice yang dapat ditemui. Saya pikir Maul lupa dengan misinya, tapi ternyata ia menginginkan mango sticky rice yang berbeda. “Yang ada ice cream-nya, Chik,” kata Maul waktu itu. Saya mengangguk-angguk.
Setiap kali ada penjual mango sticky rice, Maul langsung bersemangat mendekat untuk mencermati menu yang ditawarkan. Tapi ia selalu kembali berbalik dengan raut muka kecewa. Saya harus mengakui kalau mango sticky rice yang ada di Chatuchak terlihat kurang menggoda. Hanya buntalan ketan dan satu jelujur buah mangga terbaring dalam wadah mika bening. Malah terkadang buah mangganya berwarna pucat . Waktu itu saya belum mengerti seperti apa persisnya mango sticky rice yang diinginkan Maul. Tapi saya bisa ikut membayangkan nikmat gurihnya ketan dan legitnya mangga bercampur dengan lelehan ice cream… rasa vanilla, mungkin? Ah, pasti akan sangat menyenangkan! Apalagi cuaca Bangkok memang sangat panas hari-hari itu.
![]() |
//source |
![]() |
//source |
Saya sebenarnya tidak memiliki perasaan khusus terhadap mango sticy rice. Malah, saya cenderung tidak ingin mencobanya. Apaan tuh, ketan kok sama mangga. Saya sudah cukup dibuat bahagia dengan es kelapa dan teh khas Thailand. Tapi sebagai teman yang baik, saya turut mendukung Maul untuk mewujudkan obsesinya.
Perburuan mango sticy rice Maul masih berlanjut di hari selanjutnya. Kami mengunjungi Asiatique Riverfront yang banyak berisi restoran dan kafe lucu. Tidak disangka-sangka Maul melihat sebuah sebuah stall yang memajang gambar mango sticky rice dengan ice cream! Saya pun duduk dan membiarkan Maul menjemput jajanan yang ia idam-idamkan. Saat kembali, saya kaget melihat Maul tidak membawa sebentuk mango sticky rice. Tangannya memegang wadah yang berisi beberapa scoop ice cream berwarna kuning pekat. “Menu yang itu nggak ada ternyata,” kata Maul sambil menjejali rasa kesal dengan ice cream yang entah kenapa tetap dibelinya. Ia menawarkan saya untuk mencoba. Iuwh, rasanya aneh! Dalam hati saya prihatin dengan Maul karena telah mengeluarkan 55 baht untuk benda itu.
Saya dan Maul berputar-putar mencari jalan kembali menuju dermaga karena hari sudah malam. Kami tersesat. Kemudian di tengah kebingungan itu, kami melihat tulisan “Mango Tango”. Wah, ternyata itu kafe mango sticy rice terkenal yang diincar Maul! Syukurlah, batinku dalam hati.
Maul kemudian terlihat melenggang ke sumber kebahagiaan yang telah diimpi-impikannya. Saya mengikuti sambil sibuk mengamati tas bordir warna-warni di toko-toko sebelah. Maul memperhatikan x-banner yang memampang menu Mango Tango. Saya kemudian ikut memperhatikan jenis-jenis mango sticky rice yang memang terlihat sangat menggoda itu. Selain ice cream, ada juga yang dilengkapi pudding, roti dan buah-buahan. Bahkan ada yang disajikan dalam bentuk parfrait, sup santan, jus dll.
![]() |
//source |
![]() |
icon mango tango yang creepy //source |
![]() |
yang cukup menggoda //source |
Maul diam bergeming. “Lho, ayo beli Ul?” tanyaku. Ia menggeleng. Aku melihat kembali harga yang tertera. Cukup mahal sih. Mango sticky rice seperti yang ia inginkan berharga sekitar 150 baht. Di Chatuchak kemarin, harga rata-rata hanya 50-65 baht. “Nggak usah deh, Chik” kata Maul. Kami berbalik meninggalkan Mango Tango yang mengklaim "We Serve The Best Mango In Thailand" dan kembali bergegas mengejar kapal pulang.
***
Di hari keempat itu, kami mengunjungi MBK Mall. Ternyata isi mall ini sangat lengkap, mulai dari pakaian, tas, make up, oleh-oleh, aksesoris handphone hingga makanan. Sampai di lantai food court, kami menemukan sebuah kafe bernama Yenly Yours. Sama seperti Mango Tango, Yenly Yours juga menjual bermacam-macam menu mango sticy rice. Maul yang saya kira telah melupakan misinya kembali bersemangat. Tapi semangat itu pudar ketika melihat harga yang tidak jauh berbeda dengan kemarin.
Tidak ingin melihat Maul kecewa lagi, aku berusaha untuk menjadi pahlawan. Bukan, bukan berarti saya mentraktir Maul. Sini juga miskin. Walaupun tidak terlalu kepingin, saya menawarkan untuk urunan. Mata Maul langsung berbinar. “Beneran, Chik?!” ia heboh.
Kami masuk dan memesan mango sticky rice with ice cream & pudding seharga 159 baht. Jika dibagi dua, maka kami masing-masing membayar Rp 31.800. Sambil menunggu pesanan datang kami bercanda, “Akhirnya ya, kita duduk di tempat makan yang agak fancy”. Maklum, biasanya makan di 7-11 atau food court supermarket.
Begitu piring pesanan mendarat di meja, kami tidak langsung menyantapnya. Sewajarnya generasi millenial, kami mengambil gambar terlebih dahulu. Maul yang memang tertarik dengan food photography mengambil gambar dari berbagai angle. Sementara itu, saya diam-diam khawatir ice cream-nya akan meleleh dengan cepat.
Mango sticky rice yang kami pesan terdiri dari satu kepalan ketan putih yang dilumuri dengan lelehan santan. Tertancap bendera emas kecil bertuliskan “Yenly Yours” di atasnya. Kemudian ada pudding dengan potongan-potongan dadu buah mangga di dalamnya. Dan seperti yang diinginkan Maul, terdapat ice cream susu rasa mangga. Tumpukan pudding dan ice cream mangga tersebut disiram dengan sirup mangga dan dihiasi sepucuk daun mint. Tentu saja, separuh buah mangga berwarna kuning pekat turut hadir. Mangga ini dibentuk menyerupai duri-duri dadu yang terkembang. Saya jadi ingat ketika kecil, orangtua saya sering menyuguhkan mangga dengan cara ini. Saya menyebutnya mangga kura-kura karena mengingatkan saya pada tempurung kura-kura.
Tibalah saatnya untuk mencicipi. Pertama, saya mencoba pudding. Saat masuk ke dalam suapan, saya bisa merasakan lembut dan guyurnya pudding ini. Saya lalu menerapkan standar pudding enak menurut versi saya. Pudding dalam mulut tertutup saya dorong ke celah-celah gigi. Seketika, saya dapat merasakan pudding tersebut hancur yang menandakan betapa lembutnya pudding itu. Saya suka, saya suka!
Selanjutnya, saya mencicipi ice-creamnya. Rasanya… tentu saja rasa mangga. Namun rasa ice cream mangga ini tidak aneh seperti ice cream di Asiatique kemarin. Manisnya mangganya terasa kuat dan menggembirakan. Beralih ke buah mangga. Daging mangga yang saya coba terasa tebal, lembut dan bersih tanpa serat. Tidak banyak mengandung air sehingga rasa legit mangga benar-benar menggigit lidah. Selain itu, ada aroma wangi yang ikut tertelan. Rasa manis itu meledak-ledak lucu di dalam mulut.
Selanjutnya, saya mencicipi ice-creamnya. Rasanya… tentu saja rasa mangga. Namun rasa ice cream mangga ini tidak aneh seperti ice cream di Asiatique kemarin. Manisnya mangganya terasa kuat dan menggembirakan. Beralih ke buah mangga. Daging mangga yang saya coba terasa tebal, lembut dan bersih tanpa serat. Tidak banyak mengandung air sehingga rasa legit mangga benar-benar menggigit lidah. Selain itu, ada aroma wangi yang ikut tertelan. Rasa manis itu meledak-ledak lucu di dalam mulut.
Saya tidak tahu mangga jenis apa yang umum digunakan untuk membuat mango sticky rice. Yang jelas, bukan gadung, manalagi, kweni atau apel. Jika memperhatikan hiasan mangga yang ada di ruangan, saya kira jenis mangga yang digunakan mirip dengan mangga pelok di Indonesia. Bentuknya menjelujur panjang dengan ujung yang sedikit meruncing. Seluruh permukaan kulitnya berwarna kuning kalem jika matang sempurna. Setelah saya telusuri, jenis mangga yang digunakan bernama manga chauk anan. Mangga yang dapat berbuah sepanjang tahun ini banyak ditemui di Thailand.
![]() |
begini kira-kira bentuknya //source |
Ketiga komposisi manis mango sticky rice berusaha dinetralisir dengan kehadiran ketan dan santan. Jika keempat-empatnya dimakan bersamaan, kita akan merasakan paduan legit dan gurih yang menggeliat di rongga mulut kita. Namun tetap saja, rasa legit yang keterlaluan tetap mendominasi. Saking manisnya, gigi saya yang sensitif ini terasa cenut-cenut.
Suapan-suapan pertama mango sticky rice kami lahap dengan suka cita. Tapi menjelang suapan-suapan terakhir, segala rasa legit itu telah berubah menjadi eneg. Kami saling lempar “habisin aja” dan “habisin tuh”. Oalah, begini toh rasanya. Untung saja kami membeli satu porsi untuk dimakan berdua. Coba bayangkan betapa eneg-nya makan mango sticky rice seorang diri. Ya setidaknya sudah afdol kunjungan kami ke Thailand selepas mencoba ketan mangga ini.
Moral of the story: kejarlah cita-citamu, berbagi itu indah, habis manis sepah dibuang.
0 komentar