Senja, Gerimis dan Pedestrian.

December 06, 2010

Mata mereka berbinar-binar. Terlihat seorang gadis menertawakan kekasihnya yang sedang bekejaran bersama seorang bocah. Lelaki itu lalu menghentikan larinya, membiarkan sang bocah pergi kembali ke arah ibunya. Bocah itu tertawa, sembunyi di balik badan ibunya sambil menunjuk-nunjuk kearah lelaki itu. Sang ibu tersenyum. Kedua pasangan remaja itu kemudian tesenyum balik sambil melambaikan tangannya.

“Iseng banget sih” ucap gadis berambut panjang tersebut.

“Biarin” jawab lelaki itu sambil menunggu kekasihnya sampai tepat di sampingnya.

Mereka berada di sebuah pusat perbelanjaan. Lepas saja menyaksikan sebuah film vampir konyol yang tak mereka perhatikan alur ceritanya. Malah asyik mengobrol, lalu keluar sebelum film itu selesai. Kencan mereka untuk yang kesekian kali. Mereka berdua nampak serasi. Gadis itu mengenakan polo berwarna orens, dan lelaki di sampingnya juga mengenakan polo lengan panjang hitam. Mereka berdua berjalan beriringan menuju lobi.

“Yah hujan”

“Nggak lebat kok” si lelaki tersenyum melihat perempuan di sampingnya cemberut

“Sewa ojek payung aja yuk” gadis itu lalu menghapiri seorang anak kecil yang menggigil sambil membawa payung lebar berwana biru.

“Berapa dek?”

“Ya terserah mbaknya, berapa aja”

“Terabas aja yuk” ucap si lelaki sambil menggandeng tangan si gadis itu, menyeretnya untuk ikut berlari. Gadis itu berusaha menyeimbangkan langkahnya sambil memegang erat lengan kekasihnya.

“Ayo cepet” ujar lelaki itu sambil tersenyum

“Padahal tadi kan udah mau sewa payung”

“Nggak papa gini aja, romantis”

“Hihi, ayo cepet, haltlenya masih jauh tuh”

Dengan berlari-lari kecil mereka membelah hujan, menyusuri pedestrian yang becek. Gadis itu menggigil, kulit-kulit telapak tangannya mengerut kedinginan. Ia berhenti sebentar, melepaskan gandengannya.

“Masih jauh” keluhnya

Lelaki itu tak berkata-kata, ia lalu mengeluarkan jaket biru dongker dari dalam tasnya. Menyampirkannya ke pundak orang yang disayanginya itu. Ia lalu menggapai jemari kekasihnya dan mengajaknya melangkah kembali. Mereka berdua tersenyum, lalu memperlambat langkahnya dan mempererat gandengan mereka. Menikmati jemari-jemari mereka yang basah terguyur gerimis senja itu. Akhirnya sampai juga mereka di bawah haltle.

“Rambutmu basah” gadis itu lalu mengacak-ngacak rambut kekasihnya

“Kamu juga”

Mereka lalu terdiam untuk beberapa saat, sambil menunggu angkutan umum.

“Aku takut kamu pergi” gadis itu berkata tiba-tiba sambil menundukkan kepalanya, memandangi cipratan-cipratan air yang ia timbulkan dengan kakinya.

“Kenapa?”

“Takut” ia mengadahkan wajahnya.

“Aku nggak bakal kemana-mana kok, kamu juga ya?”

“Aku mau pulang, bemoku udah dateng tuh”

“Hahaha, oke. Hati-hati ya sayang”

"Baru saja berakhir,

hujan di sore ini, menyisakan keajaiban, kilauan indahnya pelangi

Tak pernah terlewatkan, dan tetap mengaguminya,

kesempatan seperti ini, tak akan bisa dibeli

Bersamamu ku habiskan waktu, senang bisa mengenal dirimu,

rasanya semua begitu sempurna, sayang untuk mengakhirinya..."

(Ipang - Sahabat Kecil)

fast foward button clicked...

***

Hujan lagi. Sudah lama sekali saya tidak menikmati hujan. Ini terjadi karena banyak aktivitas saya yang berada di dalam ruangan sehingga jarang sekali saya merasakan titik-titik air membasahi tubuh saya.

Saya bukan penyuka hujan. Kulit saya yang tipis dan tak pernah kuat dengan hawa dingin selalu gemetar jika musin hujan tiba. Tapi entah kenapa, saya selalu senang berlari menerobos hujan, membiarkan sekujur tubuh saya basah kuyup. Hingga sampai pada satu titik dimana saya tertawa bahagia dan bangga telah berhasil menerobos hujan. Saya mencintai sensasi itu.

Itu bukan pelarian. Itu sebuah harapan. Sebuah keberanian untuk menghadapi rintangan dalam waktu cepat. Saya ingat moment-moment ketika saya nekat berlari menerobos hujan. Salah satunya ketika saya mengetahui orang yang saya sayangi membohongi saya, ketika saya mencintai orang yang salah dan ketika saya diperlakukan tidak adil oleh orang-orang. Ya, ketika hati saya luar biasa sakit. Mungkin hujan adalah perisai terhebat untuk menutupi betapa sakitnya saya, betapa marahnya saya dan saya biarkan air mata saya bercampur dengan air hujan.

Tapi tak selamanya begitu. Saya juga pernah berlari menerobos hujan dengan bahagia. Ya, ketika saya jatuh cinta, ketika saya bersyukur dengan kehidupan saya, dan ketika saya berhasil mendapatkan apa yang saya impikan. Saya berlari menerobos hujan.

Seperti sore ini. Saya terjebak disebuah warung karena hujan lebat. Badan saya sudah mulai menggigil kedinginan. Tapi saya tak perduli. Saya melangkahkan kaki saya, mengatur nafas, tersenyum dan…. saya mulai berlari. Oh Tuhan, saya rindu sensasi ini. Saya rindu merasakan detak jantung saya yang berdenyut kencang. Guyuran hujan, cipratan air akibat langkah kaki saya, tidak ada orang, tidak ada mata yang melihat…. saya begitu bahagia. Mungkin ini scene terbaik dalam film saya. Mungkin ini capture terbaik dalam foto saya. Mungkin ini saat dimana nanti “dia”, ada di ujung jalan menanti saya. Ya, dia ada disana. The Gift.

the last chapter was dyan nurannindya’s, taken from her blog

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe