Lombok Tengah Belok Kanan

February 24, 2016

Pasca dua hari berada di Gili, saya dan Ve melanjutkan perjalanan untuk menjelajahi Pulau Lombok. Kami sangat bingung hendak menggunakan transportasi apa untuk menuju Kuta di Lombok Tengah. Sudah bertanya-tanya ke beberapa orang yang kami temui, perjalanan menggunakan angkutan umum dikatakan tidak memungkinkan. Akhirnya, kami melihat titik terang dengan memutuskan untuk memakai jasa shuttle yang tersebar di Gili Trawangan. Jasa antar dari Pelabuhan Bangsal sampai Kuta ditawarkan senilai 250.000. Pada akhirnya kami mendapat harga 150.000 yang langsung saja kami iyakan.


Saya dan Ve luar biasa girang karena kami bisa mendapatkan harga yang murah sekaligus bisa menghemat banyak waktu perjalanan. Tapiiii, ketika akan membayar, kami baru sadar kalau jumlah 150.000 tersebut adalah untuk satu orang! Kami seketika sangat bingung karena sebelumnya berasumsi bahwa 150.000 akan dibagi dua. Rasanya seperti tertipu, walaupun sebenarnya tidak. Salah perhitungan membuat kami shock. Setelah membayar, kami berjalan kaki dengan limbung menuju ke penginapan.  Ve berkali-kali menegur, “Chik, ojok limbung”. Yang kemudian saya jawab “Kon yo limbung ngunu, Ve”. Kami limbung bersama. 

Pagi harinya, kami bangkit dari denial. Merelakan 150.000 karena itu satu-satunya cara menuju Kuta dengan mudah. Pukul setengah sepuluh, shuttle elf kami berangkat. Saya dan Ve adalah satu-satunya penumpang lokal di antara pasangan dan keluarga bule yang lain. Perjalanan memakan waktu kurang lebih tiga setengah jam. Untungnya, kami diturunkan tepat di depan penginapan yang telah kami pesan.  Setelah check-in dan berberes sebentar, kami langsung melanglang Kuta dengan menggunakan motor sewaan!
Tujuan pertama kami Pantai Selong Belanak. Kala itu saya yang menyetir. Walaupun cukup berkelok-kelok dan naik turun, kondisi jalanan sudah beraspal dengan baik. Saya melajukan motor dengan mengebut girang karena jalanan sangat sepi. Di kiri kanan, kami menyaksikan bukit-bukit hijau yang terselimuti mendung. Beberapa kali kami berpapasan dengan gerombolan kerbau dan gembalanya.  


Perjalanan ke Pantai Selong Belanak membutuhkan waktu tiga puluh menit dari penginapan kami. Sepanjang perjalanan, hujan datang berselang. Kadang rintik gerimis, deras dan cerah kembali seiring dengan bergantinya bukit yang kami lalui.

Hal yang saya suka dari Selong Belanak adalah tekstur pasirnya yang sangaaaaaat lembut. Di sana ada banyak bule yang belajar berselancar. Di pinggir pantai juga banyak jasa yang menawarkan kursus berselancar. Ada lebih banyak wisatawan lokal yang bisa ditemui di Pantai Selong Belanak. Beberapa di antaranya cukup alay, haha.



Agar tidak kemalaman, kami kemudian segera menuju ke Pantai Mawun. Lokasi pantai ini sebenarnya lebih dekat dari penginapan kami, hanya membutuhkan waktu 15 menit. Dibandingkan dengan Pantai Selong Belanak, Pantai Mawun jauh lebih sepi. Bahkan, tak banyak penjual makanan layak yang bisa ditemui. Alhasil kami harus menahan pusing dan kelaparan.

Pasir Pantai Mawun sedikit lebih kasar dan hitam jika dibandingkan dengan Selong Belanak. Tapi di sini penampakan bukit-bukit hijaunya jauh lebih dekat. Kami menjauh dari bibir utama pantai dan berjalan menuju bukit yang mirip Gunung Batok di Bromo. Tak jauh dari situ, kami menemukan hilir sungai yang langsung menyatu dengan pantai. Karena cuaca mendung berhasil membuat kami mengantuk, akhirnya kami tidur sejenak di pinggir Pantai Mawun.




Sebenarnya, ekspektasi saya dan Ve terhadap Pantai Selong Belanak dan Mawun cukup tinggi. Foto-foto yang ada di internet sangat memukau karena menjanjikan warna laut yang biru berkilau. Sayangnya, kami sedikit tidak beruntung karena cuaca siang hingga sore kala itu mendung dan gerimis. Warna biru jadi tidak terpancar. But it’s okay, disappointment is part of the trip. Deal with it wouldn’t make the trip less fun. Beside, we did had fun!

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe