Public Transportation in SG
September 07, 2015
Traveling in Singapore is so enjoyable
because they provide great public transportations.
Selama
di Singapura saya tidak menemui kesulitan untuk bermobilitas. Sedari awal, saya
merasa perlu mencari tahu transportasi apa yang harus saya gunakan untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat lain. Beruntungnya, saya memukan situs gothere.sg.
Situs ini kurang lebih mirip dengan Google Maps. Namun gothere.sg memberikan
informasi secara lebih lengkap dan detail. Saya bisa tahu line MRT mana yang
harus saya gunakan, harus transfer di stasiun apa, berapa lama waktu tempuhnya,
hingga berapa biaya yang saya keluarkan. Sementara Google Maps lebih banyak
saya gunakan untuk mencatat nama jalan yang harus saya lewati ketika berjalan
kaki (walaupun kebanyakan akhirnya nyasar). Semua informasi tersebut saya tulis
secara lengkap di itinerary. Dan hasilnya, memang banyak membantu :)
Karena
belum pernah menikmati moda transportasi publik yang baik, saya sangat terkesan
dengan MRT di Singapura. Kereta MRT selalu datang tepat waktu. Bahkan kita
tidak perlu berlama-lama menunggu kereta selanjutnya, setiap beberapa menit
sekali kereta pasti akan datang. Begitu keluar dari satu kereta dan harus
transfer ke kereta lain, kita tinggal masuk saja. Tidak ada cerita kereta
terlambat. Informasi kedatangan kereta pun terpampang jelas melalui monitor-monitor
di dalam stasiun.
![]() |
source |
![]() |
Desain stasiun MRT di Singapura, rata-rata desainnya hampir sama pada setiap stasiun. source |
![]() |
Ada notifikasi suara dan tulisan mengenai stasiun pemberhentian selanjutnya pada setiap kereta MRT. source |
Mayoritas
penduduk Singapura memang memanfaatkan kereta MRT untuk berpergian. Di dalam
kereta, mata saya tidak bisa berhenti jelalatan mengamati keadaan sekitar. Sementara
Singaporean yang lain selalu terlihat cuek dan fokus. Kebanyakan mereka akan
memainkan gawainya atau membaca buku. Ada banyak pekerja kantoran, dengan
pakaian mereka yang necis-necis, yang memanfaatkan MRT untuk pergi dan pulang
ke kantor. Wanita-wanita di sana, dengan tubuhnya yang langsing, selalu
terlihat fashionable.
![]() |
Suasana di dalam kereta MRT pasca jam rush hour pekerja di pagi hari. |
Oh
ya, di setiap gerbong kereta MRT tersedia reserved seat atau tempat duduk yang
dikhususkan bagi manula, ibu hamil, atau penderita difabel. Tempat duduk ini
diberi warna lebih gelap dari tempat duduk yang lain. Walaupun semua orang bisa
duduk di sini, tetapi mereka memang benar-benar mendahulukan orang-orang yang
berhak. Begitu terlihat ada kakek atau nenek yang masuk, mereka beranjak dan
mempersilakan. Kereta MRT dan seluruh fasilitas transportasi di Singapura juga
dirancang sangat baik bagi penderita difabel atau ibu-ibu ber-stroller.
![]() |
source |
Ada
kejadian lucu selama saya naik MRT. Jadi ceritanya saya naik kereta dengan
jarak tempuh yang lumayan jauh, dari Pioneer menuju Harbourfront. Saya tidak
sadar meminum air di dalam kereta karena tidak ada kerjaan (?). Begitu saya
masukkan botol ke dalam tas, saya mendengar peringatan bahwa di dalam kereta
dilarang makan atau minum. Saya sudah tahu hal ini sebelumnya, tapi waktu itu
saya benar-benar lupa! Saya langsung deg-degan, ditambah lagi ketika melihat
ada stiker yang menyatakan bahwa para pelanggar yang makan atau minum akan
didenda sebesar…. $500. Dalam hati, saya menjerit “Ya Allah, aku nggak punya
uang lima ratus dollar!! Haduh bayar pakai apa nanti?! Pasti turun dari kereta aku
langsung dicegat petugas! Haduh gimana ini??! Pokoknya aku harus cepat-cepat
kabur waktu transfer kereta nanti!” Rasanya saya nggak bisa tenang selama
perjalanan itu. Mana di depan tempat saya duduk ada kamera CCTV. Wassalam.
Alhamdulillah,
ketika keluar kereta tidak ada petugas yang mencegat saya. Huahaha. Akhirnya
saya tahu dari saudara saya bahwa minum atau makan permen di dalam kereta masih
bisa ditoleransi. Tujuan larangan itu dibuat sebenarnya agar kebersihan kereta
tetap terjaga. Jadi kalau hanya sedikit minum, tidak masalah. “Kalau ketahuan
pun biasanya ditegur dulu. Nggak langsung di-fine juga,” kata saudara saya
waktu itu. Esoknya, saya juga sempat menemui beberapa Singaporean yang minum di
dalam kereta. Syukurlah.
Biaya
yang saya keluarkan untuk transportasi selama berada di Singapura cukup banyak.
Begitu sampai di Changi Airport, saya membeli kartu Ez-Link seharga $12 di
ticket counter Terminal 2 (dekat Changi Station). Kartu ini berisi saldo $7 dan
bisa di-top up untuk pemakaian selanjutnya. Setelah ditotal saya menghabiskan
sekitar $25 untuk empat hari. Ketika pulang, kartu Ez-Link saya kembalikan.
Saldo yang ada di kartu itu bisa saya uangkan kembali setelah dipotong $5.
Nah,
yang lebih menantang adalah naik bus! Berbeda dengan kereta MRT, tidak ada nama
tempat pemberhentian bus stop selanjutnya. Bus melaju dalam diam. Sepertinya
bus di Singapura lebih banyak digunakan oleh penduduk yang memang sudah
familiar dengan daerahnya. Ketika penumpang akan turun, mereka cukup memencet
tombol yang ada di samping tempat duduk. Bus akan berhenti di bus stop
terdekat. Kalau tidak dipencet, ya tidak akan berhenti kecuali ia perlu
menaikkan penumpang.
![]() |
Di Singapura ada double decker bus juga. source |
![]() |
source |
![]() |
Bus station di Jurong Point. source |
Waktu
pertama kali naik bus, saya bingung mencari bus station dan menentukan di mana harus turun. Saya kemudian bertanya
dan berpesan kepada supir untuk diturunkan di tujuan saya. Selanjutnya, saya
coba mengingat letak bus stop tempat turun kemarin, bertanya kepada orang di
sebelah saya, serta menggunakan ilmu mengira-ngira! Oleh sebab itu lah, saya
nggak pernah berhenti di tempat yang benar. Kadang kejauhan, kadang juga turun
sebelum bus stop yang seharusnya. Untung saya tidak perlu terlalu jauh berjalan
kaki. Untuk pembayaran, kita juga bisa menggunakan Ez-Link card.
Tap tap the card everywhere.
Pernah
satu kali saya menggunakan taksi. Wow, harganya cukup fantastic baby!
Perjalanan dari Esplanade ke Jurong West dengan waktu tempuh setengah jam dihargai
sekitar $32. Tapi naik taksi seru juga sih. Kita bisa mengamati jalanan di
Singapura, tanpa macet! Sepanjang perjalanan itu, taksi melaju dengan sangat
lancar. Bahkan rasanya tidak ada beda antara jalanan biasa dengan jalan tol
karena semua sama-sama lancar. Tidak ada pemandangan motor yang
berdesak-desakan, jalanan lebih banyak diisi oleh kendaraan beroda empat. Motor
sangat minim sekali, kalaupun ada biasanya saya menemui motor-motor semacam
Harley Davidson. Katanya izin untuk mempunyai kendaraan pribadi di Singapura
cukup ribet, plus harga dan pajaknya mahal. Kalau moda transportasinya sudah sangat baik, siapa juga yang butuh kendaraan pribadi?
Intinya, apapun moda transportasi yang digunakan, berpetualang di Singapura tetap terasa
menyenangkan.
0 komentar