Rewind Please!
September 16, 2014
Semester tiga mewajibkan saya mempelajari mata
kuliah media penyiaran sebagai konsekuensi untuk mengambil konsentrasi media
dan jurnalistik. Hari itu, kuliah perdana saya diakhiri dengan sebuah
pertanyaan, apa program televisi / radio yang masih menjadi favorit anda hingga
sekarang? Nah sejujurnya, saya sempat bingung sendiri ditanya macam begitu. Pertama,
saya dan keluarga bukanlah penggemar televisi. Program-program yang kadangkala
kami tonton rutin hanyalah berita, talkshow,
dan beberapa program feature.
Selebihnya, program-program yang disuguhkan televisi seringkali tidak menarik
perhatian kami. Dominasi sinetron, acara musik, gosip, dan hiburan-hiburan
konyol membuat televisi tidak lagi mendapat tempat khusus dalam keluarga saya.
Berbeda dengan zaman ketika saya
kecil dahulu, keluarga kami terbilang cukup sering menyaksikan televisi
bersama. Salah satu program yang sering kami tonton adalah serial televisi
berjudul Keluarga Cemara. Tentu saya yakin teman-teman pun pasti mengenalnya. Tayangan
yang menghiasi masa kecil generasi 90-an ini mulai disiarkan pada tahun 1996
hingga tahun 2002. Keluarga Cemara tayang siang hari di stasiun televisi RCTI,
ditulis serta disutradarai oleh penulis kondang Arswendo Atmowiloto. Tak heran,
kualitas cerita yang dihadirkan pun terkemas apik.
Keluarga Cemara tak menghadirkan
kisah khayalan di luar akal sehat, kisah cinta yang menye-menye, ataupun kisah
hidup yang serba mewah. Sebaliknya, kekuatan tayangan ini justru terletak pada
cerita yang mencerminkan kehidupan serba sederhana dan sangat dekat dengan
realita keseharian masyarakat Indonesia. Keseharian Abah, Emak, Euis, Ara dan
Agil digambarkan dengan begitu apik. Walaupun mereka tak menjalani hidup yang
berkecukupan, tak pernah sekalipun Keluarga Cemara digambarkan sebagai keluarga
melarat dengan beragam penderitaan yang membuat mereka patut dikasihani. Abah
tetap gigih bekerja, walaupun hanya berprofesi sebagai tukang becak. Di lain
sisi Emak juga turut membantu pemasukan keluarga dengan membuat kerupuk opak
yang nantinya akan dijajakan Euis di sekolahnya.
Keluarga Cemara menghadirkan potret keluarga
yang begitu harmonis. Abah dan Emak sangat menyanyangi anak-anaknya, membimbing
mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam suasana keluarga yang saling
mengasihi. Euis, Ara, dan Agil pun dikisahkan sangat santun kepada orangtuanya,
selalu rukun (walaupun sering bertengkar karena alasan konyol), serta saling
melindungi di antara satu sama lain. Jika ada permasalahan, maka dapat
dipastikan sosok Abah akan memberikan wejangan-wejangan bijaknya dan kembali
menyadarkan mereka bahwa tak ada hal yang lebih berharga dari kebahagiaan dan
kasih sayang antar anggota keluarga.
Bisa dikatakan, Keluarga Cemara ini adalah
salah satu program televisi berkualitas yang pernah dibuat oleh para sineas
Indonesia. Pesan moral yang disampaikan Keluarga Cemara pada tiap episode
membuatnya pantas menjadi tontonan yang cocok untuk disaksikan bersama keluarga.
Bagi penggiat media, tayangan semacam Keluarga Cemara yang sarat akan nilai
esensial ini patut dibangkitkan kembali di tengah carut marut konten
pertelevisian Indonesia yang saat ini didominasi oleh sinetron-sinetron sekelas
Ganteng-Ganteng Serigala ataupun Manusia Harimau.
0 komentar