Raxera

March 21, 2011

Xera memandangi sebuah potret dirinya bersama seorang lelaki. Dipandanginya foto itu lekat-lekat, di lain dimensi, otaknya berpacu mengingat seluruh memori yang telah ia ciptakan bersama seulas wajah lelaki yang tersenyum menjulurkan lidahnya dalam foto itu. Menitiklah bulir air mata Xera. Ia lalu menghapus titik air mata di pipi, dan menempatkan foto itu kembali di bawah tumpukan baju lemarinya.

Sudah tiga bulan berlalu. Namun Xera masih berharap menerima telepon atau setidaknya sebuah pesan pendek dari Rama. Lelaki yang dulu pernah dekat dengannya. Xera membenci kehadiran Rama dalam setiap mimpinya, karena berbalik fakta pada keadaan dunia nyata. Rama yang ditunggu-tunggu tak pernah lagi menyapa Xera dengan wajah sumringah serta mata yang berbinar-binar. Betapa Xera membenci keputusannya untuk memberikan kesempatan kepada Rama dulu, untuk bisa dekat dengannya. Selebihnya, Xera merasa terlalu bodoh karena telah membiarkan dirinya jatuh hati kepada lelaki misterius itu.

“I don’t understand how I can smile all day long, but cry myself at night. How pictures never change but people in them do. How you would do almost anything to get some moment back. Or how people can erase you easily from their lives or their minds.”

Tulis Xera di sebuah kertas yang kemudian ia remas-remas dan ia lemparkan ke dalam tempat sampah di pojok kamarnya. Gadis itu lalu beranjak tidur, serta berharap tak memimpikan Rama kembali.

***

Dua bulan yang lalu, Xera masih menikmati kenyamanan yang ia rasakan ketika ia berada di sekeliling Dio. Betapa ia gemas dengan sikapnya yang sedikit menyebalkan tapi mampu membuatnya terpana. Di lain sisi, Xera juga mampu membuat Rama merasakan kehangatan ketika gadis mungil yang cerewet itu mengoceh dengan riangnya saat mereka berada di sebuah kedai minum kopi. Ada rasa yang nampaknya harus terucapkan di antara mereka, dan Rama, sedang menunggu saat yang tepat.

Rama masuk begitu saja ke dalam kehidupan Xera, serta merta, dan Xera tak bisa mengingat dengan cukup jelas bagaimana hal itu terjadi. Awalnya Rama suka mengomentari status-status yang dituliskan Xera di sebuah jejaring pertemanan. Komentar yang ditulis Rama untuk menimpali pemikiran Xera mengenai berbagai macam permasalah sosial, lama kelamaan membuat Xera cukup penasaran dengan sosok Rama.

Di waktu itu, sebenarnya Xera telah menjalani hubungan dengan seorang lelaki yang amat mencintainya. Namun Xera merasa, mengenal lelaki lain adalah haknya dan bukan merupakan sesuatu yang pantas dipermasalahkan dengan kekasihnya itu.

Singkat kata, Xera bertemu Rama dalam sebuah acara bakti sosial. Ia dan Rama sama-sama menjadi panitia khitanan massal yang diadakan sekolah mereka. Xera melihat betapa cekatannya Rama dalam membantu bocah-bocah yang akan dikhitan, ia menyunggingkan senyumnya kepada Rama waktu pandangan mereka bertemu.

***

Sebuah tiket keberangkatan kereta api telah berada di tangan Xera. Ia telah menempuh studi tiga tahun SMAnya dan bersiap-siap untuk menjalani kehidupan mandiri barunya di luar kota, jauh dari siapa pun.

Sepanjang waktu setelah Rama pergi menjaga jarak dengan Xera tanpa alasan, Xera perlahan-lahan berusaha menerima kenyataan. Mengemas kembali isi hatinya, berusaha menyibukkan diri dengan berbagai macam bimbingan belajar dan kegiatan lain, serta dengan sekuat tenaga berusaha acuh tak acuh pada apa yang dulu pernah terjadi di antara mereka.

Enam menit lagi, kereta api yang akan mengangkut Xera ke Jogjakarta akan berangkat. Xera yang telah menata barangnya kini duduk memandang orangtuanya dari dalam jendela kereta. Tak lama kemudian, kendaraan itu mulai melaju meninggalkan kota kelahirannya. Xera tersenyum dengan berat hati, melambaikan tangan kepada orangtuanya.

01:34 am

Berkedip lampu led merah di BB milik Xera, menandakan ada pesan masuk.

“You were everything, everything I wanted. We were meant to be, supposed to be, but we lose it. I was too blind to see. All of our memories so close to me just fade away. All this time I was pretending so much for your happy ending. Take care, Xera.”

Xera terkejut, memorinya melesat kembali ke dalam kotak yang telah berusaha ia kemas rapat-rapat.

untuk andromeda yang tak pernah terjangkau.

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe