tak jadi libur

March 20, 2011

Ehm, good morning fellas.

Nampaknya kebahagiaan dan momen yang saya tunggu-tunggu yaitu seperti yang sudah saya tuliskan di posting sebelumnya, terhapuskan. Dengan datangnya surat pemberitahuan resmi dari staf SMA Negeri 5 Surabaya, minggu pekan usek ini dinyatakan sekolah tidak akan meliburkan total kegiatan pembelajaran siswa kelas sepuluh dan sebelas.

Maka, saya dan angkatan kakak kelas saya “hanya” akan menikmati libur selama tiga hari secara bergantian. Hari senin-selasa (21-22 Maret 2011) dan senin esoknya (28 Maret 2011) dijadwalkan kelas sepuluh “belajar di rumah” dengan tugas satu bendel yang sudah disediakan oleh para guru, sementara kelas sebelas menikmati KBM dengan jam efektif normal (delapan jam) di sekolah ketika kami -kelas sepuluh- libur, begitu pula sebaliknya.



Koor kekecewaan sempat terdengar di kelas saya dan mungkin juga di beberapa kelas yang lain ketika Pak Damari (staf kesiswaan Smala yang baru) mengumumkan tentang kebijakan yang diberlakukan untuk kelas sepuluh dan sebelas pada pekan ujian sekolah lewat speaker. Tapi tak lama setelah itu, keadaan normal kembali. Nampaknya Smalane bisa cukup lapang dada menerimanya.

Tak lama kemudian, karena tak ada kerjaan, saya membuka timeline twitter. Sekolah-sekolah lain juga nampaknya juga baru saja mengumumkan tentang “pekan liburan yang sirna”. Hal itu, sepertinya membuat siswa-siswa mereka geram. Berbagai macam tanggapan berderet-deret memenuhi timeline saya. Ada yang sekedar mengeluh, kecewa, dan kebanyakan lagi memaki, beberapa diantaranya ada juga yang menggagas inisiatif untuk demo dan bolos bersama. Ya, semua orang berhak mengemukakan pendapat dan perasaan masing-masing. Sayangnya, protes dengan menggunakan bahasa yang cukup sangat sarkatis seperti kebanyakan yang saya lihat pada waktu itu cukup membuat saya dan teman-teman saya ngeri dan mengelus dada.

Terlepas dari keinginan untuk libur full satu minggu serta kebijakan yang berbalik arah tersebut, entah kenapa tiba-tiba saya jadi merasa nriman. Kecewa, ya ada. Tapi mau diapain lagi, masuk dan belajar toh, mungkin tak ada salahnya. Para pembuat kebijakan pun pasti punya alasan yang logis dan jika kita mencernanya dengan kepala dingin pastilah kita semua bisa mengerti dan mengiyakan kebenarannya. Disamping itu, itung-itung ngewangi soro mbak mas yang lagi ujian sekolah. Kasian mereka lagi susah-susah ujian masa iya kita mau tertawa dan bersenang-senang di atas penderitaan mereka? *ngeles*

Maka mungkin pilihan yang paling tepat adalah menerima kebijakan dengan ikhlas. Saya pribadi merasa lebih baik begitu, karena secara sadar saya belum bisa memberikan sesuatu yang berarti untuk sekolah saya. Masa iya belum bisa ngasih apa-apa sudah mau menuntut “apa-apa” untuk mematahkan kebijakan yang esensi dan faedahnya sudah jelas-jelas ditujukan untuk kepentingan kita sendiri?


“Jangan bangga jika kamu bersekolah di Smala. Tapi banggalah jika kamu sudah bisa memberikan sesuatu untuk Smala”

-Vicky Aditya R. (Waketos I OSIS SMA Negeri 5 Surabaya)



No Offsense, #galau, #rindulibur, #prayforme

CHIKIANWAR.

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe