CERPENKUUUUUU!

December 11, 2010

REFLEKSI HUJAN

Mata mereka berbinar-binar. Terlihat seorang gadis menertawakan kekasihnya yang sedang bekejaran bersama seorang bocah. Lelaki itu lalu menyerah, membiarkan sang bocah pergi kembali ke arah ibunya. Bocah itu tertawa, sembunyi di balik badan ibunya sambil menunjuk-nunjuk kearah lelaki itu. Sang ibu tersenyum. Kedua pasangan remaja itu kemudian tesenyum balik sambil melambaikan tangannya.

“Iseng banget sih” ucap gadis berambut panjang tersebut. Ghea.

“Biarin” jawab lelaki itu sambil menunggu kekasihnya sampai tepat di sampingnya.

Mereka berada di sebuah pusat perbelanjaan. Lepas saja menyaksikan sebuah film imaji yang tak mereka perhatikan alur ceritanya. Malah asyik mengobrol, lalu keluar sebelum film itu selesai. Kencan mereka untuk yang kesekian kali. Mereka berdua nampak serasi. Ghea mengenakan kemeja polo berwarna orens, dan lelaki di sampingnya, Bian, juga mengenakan kaos dengan warna yang sama. Mereka berjalan bersebelahan menuju lobi.

“Yah hujan”

“Nggak lebat kok” Bian tersenyum melihat gadis di sampingnya cemberut

“Sewa ojek payung aja yuk” Ghea lalu menghapiri seorang anak kecil yang menggigil sambil membawa payung lebar berwana biru.

“Berapa dek?” tanyanya.

“Ya terserah mbaknya, berapa aja”

“Nggak usah. Terabas aja yuk” ucap Bian sambil menggandeng tangan Ghea, menyeretnya untuk ikut berlari. Ghea berusaha menyeimbangkan langkahnya sambil memegang erat lengan kekasihnya.

“Ayo cepet” ujar Bian sambil tersenyum

“Padahal tadi kan udah mau sewa payung”

“Nggak papa. Gini aja, romantis”

Dengan berlari-lari kecil mereka membelah hujan, menyusuri pedestrian yang becek. Gadis itu menggigil, kulit-kulit telapak tangannya mengerut kedinginan. Ia berhenti sebentar, melepaskan gandengannya.

“Masih jauh” keluhnya

Bian tak berkata-kata, ia lalu mengeluarkan jaket biru dongker dari dalam tasnya. Menyampirkannya ke pundak orang yang disayanginya itu. Ia lalu menggapai jemari kekasihnya dan mengajaknya melangkah kembali. Mereka berdua saling tersenyum, lalu memperlambat langkah dan mempererat genggaman tangan mereka. Menikmati jemari-jemari mereka basah terguyur rintikan-rintikan hujan senja itu. Tak lama kemudian, akhirnya sampai juga mereka di haltle.

“Rambutmu basah” Ghea lalu mengacak-ngacak rambut kekasihnya

“Kamu juga”

Mereka lalu terdiam untuk beberapa saat. Menunggu angkutan umum yang akan Ghea mengantarkan pulang.

“Aku takut kamu pergi” Ghea berkata tiba-tiba. Kepalanya menunduk, memandangi cipatran air yang ia timbulkan dari sepatunya.

“Kenapa?”

“Takut” ia lalu mengadahkan wajah. Memandangi mata Bian.

“Aku nggak bakal kemana-mana kok.”

Hening.

“Kamu juga ya?” sambung Bian.

“Aku mau pulang, bemoku udah dateng tuh”

“Ah. Oke. Hati-hati ya sayang”

***

Sore itu mendung, Bian dan Ghea nampak dalam kerumunan hingar-bingar pensi sekolah mereka yang diadakan di sebuah lapangan yang cukup luas. Mereka duduk dibawah pohon kecil. Ghea terlihat menggoyang-goyangkan badan dan kepalanya seiring dengan alunan musik yang dibawakan oleh band diatas panggung. Bian tertawa.

“Kenapa ketawa?” Ghea merengut

“Kamu kaya ondel-ondel” ujar Bian sambil menahan tawanya.

“Oh begitu? Jadi aku ondel-ondel? Iya?”

“Eh gerimis. Pindah kesana yuk”

Hujan rintik-rintik turun. Pasangan itu lalu beranjak dari duduknya dan berjalan melintasi lapangan. Sesekali Ghea melambaikan tangan dan melemparkan senyum kepada teman-temannya yang menyapa mereka. Sementara mereka menemukan tempat berteduh, perlahan-lahan, hujan mulai menjadi deras.

Malam semakin larut, hujan pun masih terus mengguyur acara itu. Bintang tamu pertama naik ke atas panggung setelah MC meneriakkan namanya. Ipang. Penonton bertepuk tangan dengan semagat. Lelaki berambut gimbal itu mengenakan atasan berwarna biru tua, sebuah gitar akustik nampak disandang di atas bahunya. Ia lalu memainkan lagu pertama, Sahabat Kecil. Ghea bersorak senang, ia lalu mengajak Bian untuk ikut bergabung bersama teman-teman mereka di depan panggung. Namun Bian menahannya.

“Jangan. Hujan.”

“Nggak papa, ayo. Hujan-hujanan aja sekalian”

“Jangan sayang, nanti bundamu marah” tolak Bian lembut. Ghea cemberut.

“Ini lagu kesukaanmu kan?” tanya Bian sambil menggenggam tangan Ghea.

“Iya” Ghean tersenyum simpul

Akhirnya mereka berdua larut dalam suara merdu Ipang dan gitar akustiknya yang mengubah atmosfer hujan malam itu menjadi romantis. Mereka berdua bersenandung bersama sambil tersenyum. Mengingat kenangan yang selama ini telah mereka lewati.

Baru saja berakhir, hujan di sore ini

Menyisakan keajaiban, kilauan indahnya pelangi

Tak pernah terlewatkan dan tetap mengaguminya

Kesempatan seperti ini, tak akan bisa dibeli

Bersamamu ku habiskan waktu, senang bisa mengenal dirimu

Rasanya semua, begitu sempurna, sayang untuk mengakhirinya

“Eh, kamu nyadar nggak sih, tiap kita keluar sama-sama mesti hujan” celetuk Ghea

“Hujan mengiringi perjalanan cinta kita, terus mengalir, terus abadi”

“Huuuu, gombal” Ghea menepuk lengan Bian

“Kita bakalan kaya gini terus nggak ya?” Bian bertanya

“Mungkin. Ya, semoga saja.” Ghea merapatkan genggaman tangannya. Tubuhnya kedinginan diterpa angin hujan malam itu. Mereka menikmati kembali lantunan syair yang dinyanyikan Ipang.

Janganlah berganti..

Janganlah berganti..

Janganlah berganti..

Tetaplah seperti ini..

Waktu berlalu begitu cepat. Bian baru menyadari bahwa arlojinya menunjukkan pukul 23:15

“Ya ampun, sayang. Ini udah kelewat izin jam malammu. Ayo pulang, bundamu bisa khawatir.” Bian lalu mengajak Ghea berlari menerobos hujan ke arah parkir sepeda motor. Baju mereka basah kuyub. Ghea menggigil.

Karena khawatir tidak diizinkan ibunda Ghea untuk pergi bersama lagi, Bian memacu motornya dengan kencang dan berkata pada Ghea bahwa mereka akan sampai di rumahnya dalam waktu lima belas menit. Hujan bertambah deras.

Bian memindahkan perseneling dan terus memacu gasnya. Ia melajukan cepat motornya melewati lampu-lampu kota. Hujan yang semakin bertambah deras tidak juga mampu memperlambat kecepatan motor yang ia dikendalikan. Ia was-was karena telah mengingkari janji untuk memulangkan Ghea sebelum jam sebelas.

“Bian, pelan-pelaaan!” teriak Ghea yang duduk dibelakangnya, ia trerbatuk-batuk karena air hujan masuk ke mulutnya. Ghea takut, ia mencengkeram erat pinggang kekasihnya. Bian kemudian menengok kebelakang untuk mengecek keadaan Ghea tanpa memperlambat gasnya. Di depan, tikungan tajam hadir menghadang. Bian banting sentir. Ban motor mereka tergelincir. Motor itu lalu menabrak rambu lalu lintas. Mereka terpental beberapa meter, Ghea tersungkur, terguling-guling ke arah pedestrian. Sementara Bian kehilangan keseimbangan, ia jatuh ke arah jalan raya. Mobil di belakang mereka yang tergopoh-gopoh dengan kecelakaan itu serta merta menginjak pedal rem ketika melihat Bian terpelanting kearahnya. Namun terlambat. Tubuh Bian terlempar lagi karena tertabrak mobil tersebut dengan cukup hebat.

Ghea yang setengah sadar berteriak melihat kekasihnya hancur lebur. Hidung dan mulut Bian mengeluarkan darah. Darah itu kemudian mengalir bersama hujan, membuat air disekitar kepala Bian berubah kemerahan. Ghea mencoba berdiri, Ia berjalan terhuyung-huyung ke arah lelaki yang dicintainya itu sambil menahan sakit dan perih pada luka-lukanya. Beberapa orang disekitar jalan itu kemudian nampak berkerumun, mereka mengangkat tubuh Bian ke pinggir jalan. Dan beberapa orang membantu membopong Ghea berdiri.

Di bawah hujan Ghea menagis terisak-isak sambil memegangi tubuh Bian yang tak sadarkan diri. Tubuh mereka berdua basah kuyub, luka dan lecet disana-sini. Terlebih lagi Bian, ia berlumuran darah. Ghea bingung. Ghea tak percaya. Ia hanya bisa menangis tersedu-sedu. Air matanya bercampur dengan air hujan yang seolah-olah menutupi sakit dan ngilu yang dirasakannya. Belum lagi hatinya yang luar biasa sakit melihat Bian terkapar. Ia hanya berharap agar Bian, selamat..

***

Bian meninggal. Gerimis rintik-rintik mengiringi pemakamannya pagi itu. Ghea dengan perban-perbannya tercekat melihat kekasihnya itu pergi ke liang pekuburan. Meninggalkannya, dan kenangan-kenangan yang mereka ciptakan. Kenangan-kenangan mereka di kala hujan dan gerimis. Hujan nampaknya menjadi saksi bisu cerita mereka, tentang kencan-kencan mereka, pensi, kecelakaan, hingga pemakaman Bian pagi itu.


surabaya, 091210.

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe