MONAZITE #8

August 11, 2012

Di tengah gerombolan orang yang berlalu-lalang, bagiku kau masih menjulang layaknya menara. Dengan mudahnya aku selalu dapat menemukanmu dalam kerumunan. Seperti siang itu, di sebuah stasiun.

Akhir pekan yang panjang selalu berhasil membuat tempat itu diserbu. Suasana ramai, panas, dan ribut langsung terasa sejak pertama kali kaki kuionjakkan di pintu masuk stasiun. Aku menghela nafas, harusnya aku tahu bahwa berpergian pada saat-saaat seperti ini bukanlah ide yang bagus. Apalagi untukku, yang mudah menderita disorientasi dalam keramaian dan kerumunan. Tak ada lagi tempat duduk, telah penuh terisi oleh wajah-wajah yang nampaknya telah lelah menunggu. Di lantai pun tikar atau selendang gendong tak sungkan-sungkan digelar. Anak-anak kecil tertidur sambil dikipasi emaknya. Sementara bapak-bapak kadang terlihat curi-curi merokok.

Tatapan mata yang tertuju padaku selama hilir mudik mencari tempat untuk menunggu yang pas berhasil membuatku merasa canggung. Akhirnya aku berdiri saja, bersandar di dinding dekat peron. Sampai kutangkap kau di ujung pelupuk mataku yang semakin mendekat menuju ke arah tempatku berdiri.

"Tiket acak ya?" ia memandangi jadwal kereta yang tertera sambil berkacak pinggang.
"Gila apa??"
"Yasudah yang paling deket aja, Malang, gimana?" dialihkannya tatapan mata kearahku, meminta kata iya. Aku menaikkan alis.
"Iya mbak, ke Malang dua ya." se;orohnya kepada penjual tiket. Enak saja, padahal aku belum bilang iya.

Memang hari itu kami berncana berpetualang. Lalu kubilang saja padanya kalau selama ini aku belum pernah naik kereta api. Seketika itu jmuga dia langsung menertawakanku. Sampai ujung-ujungnya hari ini aku disuruh menunggunya di stasiun. It will be fun he said.

***

"Kamu ngapain sih pake bawa-bawa gitar segala?, menuh-menuhin tempat tahu" kataku kepadanya ketika kami sudah berada di atas kereta komuter. Dia hanya tersenyum dan mulai menyetel gitarnya. Merasa diacuhkan aku lalu menyapukan pandangan ke sekitar. Komuter siang hari itu cukup lenggang, berbanding terbalik dengan suasana stasiun tadi. Pada hari-hari kerja, armada komuter ini banyak digunakan oleh para pekerja yang berdomisili dari kota-kota di sekitar Surabaya untuk pergi dan pulang kantor. Menjelang siang, pekerja sudah tak terlihat. Sebagai gantinya terlihat beberapa ibu-ibu yang memborong berbagai macam barang kulakan di pusat-pusat grosir Surabaya.

semilir angin berhembus. Aku yang duduk tepat di depan pintu dan di samping jendela perlahan mulai menyadari perubahan udara yang sejuk. Gerbong-gerbong kereta telah memasuki wilayah Pasuruan, deretan petak-petak sawah, ladang tebu, ataupun ilalang menghijaukan mataku kembali. Aku termenung. Meninggalkan kota, rasanya memang pilihan yang paling menyejukkan. Ku pejamkan mataku.

Samar-samar kudengar gitar terpetik. Ia berdendang, pelan, tapi masih merdu terdengar. Dengan semilir angin, permainan gitarnya seakan menjadi kombinasi yang sempurna.

" I don’t mind if you hate Monday
We can make this like a Saturday
And all the fuss and whine will over
As we drive in to the madness


With breakfast on the go
We’ll dine on city lights
Didn’t I tell you to just sit back
Cause my girl, they all don’t matter anymore

Cause you don’t even have to try
You’re already my number one
I don’t need the mellow tunes
And all the lines you’ve wasted over me
"
                              (Number One by Adhitia Sofyan)

Aku tersenyum dalam hati, masih memejamkan mata. Berharap demikian.

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe