MONAZITE (mozaik enam)
December 29, 2011Titik-titik gerimis perlahan mulai
berjatuhan, tetesnya menyeruak ke dalam rambutku dan menghunus pepori. Aku tak
suka sensasi gerimis, lebih baik terguyur saja dengan hujan yang lebat, karena
titik gerimis seringkali membuat kepalaku pusing. Dia yang tampaknya tahu hal
ini mencoba untuk terlihat gagah, ia menanggalkan jaketnya dan menggunakannya untuk
memayungi diriku.
“Ngapain kamu?”, ujarku sambil menatap
mukanya yang dibuat aneh, sok gagah.
“Sssst”, ia semakin menjadi. Aku
tertawa.
Hari itu nampaknya kurang bersahabat,
sedari tadi serbuan awan gelap tampak tergelar menutupi langit kota. Beruntung
ketika hujan mulai mengguyur, aku dan dirinya sudah menginjak pekarangan
rumahku. Berlindung kini kami di teras rumah, menunggu hujan reda agar ia bisa
melanjutkan perjalanan pulang.
Kami terduduk dan terdiam. Sama-sama
memandangi titik demi titik yang kemudian berubah menjadi guyuran air yang
dilimpahkan dari atas langit, lalu larut ke dalam pikiran masing-masing.
Gemuruh petir menambah riuh tumpahan hujan bulan Desember ini. Cipratan air
hujan yang mampir meresap ke kulit kami, ditambah bau khas hujan yang berpadu
dengan tanah seakan-akan menjadi formula yang selalu berhasil menguak kenangan
masa lalu. Dia tetap terdiam, begitu pula aku, sibuk dengan pikiran yang secara
tidak sengaja terbuka karena ketukan hujan.
Cokelat panas yang tersaji diatas meja
perlahan-lahan telah mendingin.
Sejenak kutolehkan pandangan ke
arahnya, matanya tetap indah. Namun pada titik tertentu sorot matanya menyimpan
sebersit sendu. Apapun itu, bukan berandal namanya jika tak bertingkah layaknya
semua baik-baik saja. Maka ia pun selalu memilih untuk menyimpan semua masalahnya, masa lalunya, ke
dalam kotak rahasia yang ia buang jauh-jauh kuncinya.
“Kenapa ini?” kusentuh bekas luka yang
membuat segaris kulit diatas matanya nampak cacat.
“Kenang-kenangan dari sekolah sebelah”
jawabnya sambil menampik tanganku. Aku menaikkan alis.
“Kalau yang ini kena pisau anak lain
waktu lagi tawuran” sambungnya sambil memamerkan bekas luka dekat tulang
selangkanya. Tampak bangga sambil menyeringai.
“……”
0 komentar