#88LoveLife vol.2: Adulthood Is Not That Scary!

May 08, 2016


Saya telah menjadi pembaca setia blog "Hot Chocolate and Mint" sejak duduk di bangku SMP. Pada waktu itu, saya sangat mengagumi tulisan Diana Rikasari dalam label “thought”. Begitu sukanya, beberapa quote saya tulis ulang ke dalam happiness journal --catatan yang berisikan hal-hal kecil yang membuat saya happy tiap harinya. 


Ketika tahu Diana Rikasari menulis buku #88LoveLife (baca resensinya di sini) dan #88LoveLife vol. 2, saya sungguh excited! Pada usia 21 tahun ini, saya merasakan bahwa apa yang tertuang dalam #88LoveLife mewakili bermacam hal yang sedang dan akan saya hadapi. Adulthood is a scary thing. When we were kid or teenager, we see the world as a playground where we can play everyday. But adulthood force us to compete and keep up in this fast-paced world.

Hal yang paling saya sukai dari #88LoveLife vol.2 adalah cara Diana Rikasari berhasil menepis pikiran-pikiran negatif daam menghadapi kedewasaan. Dibandingkan dengan #88LoveLife pertama, volume kedua terasa lebih matang karena Diana banyak membahas mengenai karir, pilihan, mengalahkan fear and insecurities, hingga the beauty of motherhood.

Membaca #88LoveLife vol. 2 rasanya kita seperti diajak untuk berhenti sejenak dari penatnya masalah yang membebani pikiran. Begitu satu demi satu halaman terlewati, kita menjadi tersadar bahwa kepenatan yang kita rasakan bersumber dari pikiran kita sendiri. We shouldn’t hear all the negative comments. As we believe that we do good things, let’s keep moving foward, be happy and keep spread the positivity around us! Just like what Diana said: “Your life is in your control. Own it. Have kindness in your heart and be forgiving”

One of Diana’s thought I love the most is how about she redefined beauty standard. Diana selalu menitikberatkan bahwa setiap perempuan harus tampil percaya diri dengan keunikan masing-masing. Kita tak harus terobsesi dengan standar kecantikan yang selama ini dipersepsikan oleh masyarakat. Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, saya sadar bahwa standar kecantikan banyak dikonstruksikan oleh industri kecantikan, iklan dan media. Cantik diidentikan dengan berbagai fitur dan standar yang sama tanpa melihat keunikan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Therefore, I found this part of #88LoveLife vol. 2 really encourage every young women out there!


Saya sempat mengalami masa-masa tidak percaya diri terhadap bentuk tubuh. Body shaming issue was once my thing. Usaha untuk menumbuhkan kepercayaan diri terhadap tubuh saya bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi ketika orang terdekat terus-menerus memperolok bahwa saya sangat gemuk. Dulu, ibu saya suka membandingkan bentuk tubuh saya dengannya dan saudara-saudara perempuannya yang memiliki perawakan lencir. Ketika berkumpul bersama keluarga besar ibu, ia sering bercerita bahwa ia menyayangkan postur badan khas keluarga ayah yang menurun padaku: pinggul lebar, bokong dan paha yang besar. Walaupun tak ambil pusing, kadangkala saya merasa sedih karena komentar-komentar tersebut membuat saya tak bisa menikmati acara kumpul bersama keluarga besar dengan nyaman.

Ketika pindah hidup sendiri di Jogjakarta, saya banyak mengisi waktu senggang dengan berolahraga. Hingga suatu ketika, untuk pertama kalinya, saya merasa puas dengan bentuk badan yang saya miliki. Namun ternyata ibu, ayah dan keluarga besar yang lain tidak berpendapat yang sama. Mereka pangling saya terlihat kurus dan memintaku untuk menaikkan berat badan kembali. Seketika itu, saya menyadari bahwa saya tidak akan pernah bisa memuaskan siapapun. Ketika standar ideal kita gantungkan pada orang lain, maka kita tidak akan pernah mencapai standar tersebut.

Selama ini, saya selalu senang mengagumi lekuk badan saya sendiri di depan kaca. Let’s love ourself karena standar ideal tidak akan pernah tercapai ketika kita sibuk mendengarkan pendapat orang lain. Ideal adalah ketika kita bisa menerima apa yang ada dalam diri kita, berpikir positif dan menghargai hidup ini!
 
Berbicara mengenai #88LoveLife, buku ini tak dapat dipisahkan dari desain dan typografi menarik yang dibuat oleh Dinda Puspitasari! Salah satu desain favorit saya adalah this “I’m too grateful to hate”! Dinda totally nailed it! Dalam bayangan saya, ini adalah cara ilustrator untuk berkata: When life give you lemons, chill, let’s make lemon juice and drink it anyway! (Beside, lemons are good for your health!) Nah, I'm too grateful to hate.


Secara singkat, saya sangat menyukai #88LoveLife vol. 2 karena ketika membacanya, saya merasa sedang melakukan refleksi diri sembari menyuntikkan energi-energi positif. It gives me a courage to face adulthood without leaving my inner childhood behind. Now, I think adulthood is not that scary as long as we manage to life in a happy and positive life!

You Might Also Like

1 komentar

Subscribe